Minggu, 29 Agustus 2010

Perjanjian Umar bin Khattab

Janji merupakan penegasan dari suatu komitmen untuk dilaksanakan dengan sepenuh hati, janji mudah di ucapkan atau dibuat oleh seseorang dan paling sering dilanggar atau dikhianati.
Janji apabila sudah diucapkan atau dibuat wajib untuk ditunaikan sebagai tanda pribadi yang beriman, apabila dikhianati merupakan tanda kemunafikan seseorang.

?“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. “(QS:Al Maa’idah/5: 1).

Tidak sedikit manusia yang kecewa bahkan sangat kecewa karena telah dikhianati oleh temannya atau pemimpinnya sehingga menyebabkan hubungan menjadi tidak baik, ukhuwah retak, silaturrahim putus, kepercayaan berkurang bahkan pupus sama sekali.

Umar bin Khathab, pemimpin orang-orang yang beriman, pemimpin yang bertaqwa, bijaksana, peduli kepada umat, paham tentang amanah yang harus diemban, tidak mau berkhianat, takut untuk bertindak zalim kepada rakyatnya, telah memberikan keteladanan yang baik terkait dengan janji yang harus ditepati.

Sikap Umar yang mulia tersebut disebabkan karena beliau meneladani Rasulullah saw dalam setiap gerak kehidupannya dengan penuh sukacita.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS: Al Ahzab/33: 21).

Umar dengan akhlaknya yang mulia menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk Yerusalem, Palestina, terutama tokoh agama Kristen, Uskup Agung Severinus untuk membuat perjanjian dan menyerahkan kunci Kota Al Quds yang di dalamnya ada masjid Al Aqsha, kiblat umat Islam yang pertama.

Umar bin Khathab telah membuat perjanjian dengan penduduk Iliya (nama lain dari Yerusalem), tahun 15H / 636M, perjanjian damai tersebut di kenal dengan “Perjanjian Umar”.

“Perjanjian Umar” telah memberikan kesan izzah (wibawa) yang dimiliki Khalifah Islam, Umar bin Khathab, dan merupakan jawaban yang jelas serta tegas mengenai toleransi.

Bagi umat Islam, toleransi bukan sekedar teori, tetapi sudah dilaksanakan kepada umat lainnya. Fakta sejarah ini tidak dapat dipungkiri oleh siapapun juga, kecuali mereka yang hasad, yang tertutup mata hatinya dan tidak mau berpihak kepada kebenaran yang hakiki.

Ketika pasukan Islam menguasai Yerusalem, di dalamnya ada Baitul Maqdis, dan gereja Al Qiyamah, semuanya itu dijaga dan dilindungi oleh kaum muslimin, bahkan pasukan Romawi Byzantium yang telah menyerah dan orang Kristen lainnya diperlakukan dengan baik sesuai dengan syari’at Islam.

Uskup Agung Severinus, memohon kehadiran khalifah agung yang adil dan bijaksana, Umar bin Khathab, Amir al Mu’minin agar datang langsung ke Palestina untuk melakukan penandatanganan perjanjian damai di daerah Jabiyah.

Perjanjian damai itu sangat bersejarah bagi penduduk Yerusalem dan peradaban umat manusia. Kemudian diadakan penyerahan secara resmi kunci kota suci Al Quds dari tokoh agama Kristen Yerusalem, Uskup Agung Severinus kepada khalifah Islam, Umar Amir al Mu’minin.

Semenjak itu penguasaan kota suci Al Quds berada di tangan kaum muslimin hingga berabad-abad lamanya. Pada tahun 1099 M hingga tahun 1187 M, selama 88 tahun kota suci Al Quds di kuasai tentara Salib. Saat itu kaum muslimin menderita karena ditindas, diintimidasi bahkan dibunuh dan tidak bebas beribadah di masjid Al Aqsha.

Dengan izin Allah, kota suci Al Quds dibebaskan kembali dari belenggu kaum Salib oleh kaum muslimin yang dipimpin oleh Panglima Islam, Shalahuddin Al Ayyubi pada hari Jum’at, 27 Rajab 583 H / 1187 M.

Untuk mengetahui lebih jelas isi “Perjanjian Umar”, marilah kita lihat teks perjanjian tersebut di bawah ini:

Bismillahirrahmanirrahim
Inilah jaminan keamanan yang diberikan oleh hamba Allah, Umar Amir al Mu’minin, terhadap penduduk Iliya:

Aku memberikan jaminan keamanan bagi jiwa raga dan harta benda mereka. Untuk gereja-gereja serta tiang-tiang salib mereka. Yang sakit maupun yang sehat, serta seluruh tradisi kepercayaan mereka.

Gereja-gereja mereka tidak akan diduduki atau dihancurkan, tidak akan dikurangi ataupun dirubah. Tidak akan dirampas salib maupun harta benda mereka, walaupun sedikit. Mareka tidak akan dimusuhi kerena keyakinan agamanya, dan tidak akan diganggu atau diancam seorangpun dari mereka. Dan tidak diizinkan bangsa Yahudi untuk tinggal bersama mereka di Iliya, meskipun hanya satu orang.

Terhadap penduduk Iliya, mereka harus membayar jizyah (pajak), sebagaimana pernah diberikan oleh penduduk kota-kota yang lain. Mereka juga harus mengusir bangsa Romawi dan kaun Lushut. Siapa diantara mereka yang keluar, dijamin aman nyawa serta hartanya, hingga mencapai tempat aman mereka. Dan siapa yang tetap tinggal diantara mereka, diapun dijamin aman. Hanya saja ia dikenakan jizyah (pajak), sebagaimana yang diwajibkan terhadap penduduk Iliya.
Siapapun, diantara penduduk Iliya, bebas untuk pergi dengan jiwa dan hartanya ke pihak bangsa Romawi. Dia boleh mengosongkan rumah peribadatannya, dan membawa salib mereka. Mereka dijamin aman, atas jiwa raga, tempat ibadah, dan salib-salib mereka, sampai mereka tiba di tempat amannya.

Siapa yang sudah ada di dalam negeri, dari penduduk asli, sebelum terbunuhnya fulan: yang mau boleh tinggal, dan harus membayar jizyah (pajak) seperti yang dikenakan atas penduduk Iliya. Dan kalau mau, dia boleh pergi bersama Romawi. Atau boleh juga dia kembali kepada keluarganya. Pada keadaan ini, tidak dipungut apapun dari mereka, sampai bias dipanen hasil jerih payah mereka.

Apa yang tertuang dalam surat perjanjian ini dilindungi oleh janji Allah, jaminan Rasul-Nya, jaminan para khalifah, serta jaminan kaum mu’minin, jika mereka memberikan jizyah (pajak) yang dikenakan atas mereka.

Traktat perjanjian ini disaksikan oleh Khalid bin Walid, ‘Amru bin ‘Ash, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Dan dituliskan pada tahun 15 Hijriyah.

Dari perjanjian yang telah dibuat Umar bin Khathab dengan penduduk Yerusalem, ada yang menarik dan perlu diperhatikan dengan seksama, yaitu kalimat yang berbunyi: Dan tidak diizinkan bangsa Yahudi untuk tinggal bersama mereka di Iliya (Yerusalem), meskipun hanya satu orang.
Dari kalimat tersebut di atas, jelas ada kesepakatan kaum muslimin dan orang-orang Kristen untuk tidak mengizinkan orang-orang Yahudi menetap / tinggal di Yerusalem.

Hal ini disebabkan karena prilaku orang-orang Yahudi yang suka merusak, menghalalkan segala cara, membuat makar, pengkhianat dan suka mengadu domba umat seperti yang pernah mereka lakukan kepada kabilah Aus dan kabilah Khazraj, Muhajirin dan Anshar.

Prilaku buruk orang-orang Yahudi sangat berbahaya dalam masyarakat yang beradab, masyarakat yang ingin perdamaian dan ketentraman.

“…Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya dan mereka berusaha (menimbulkan) kerusakan di bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS: Al Maidah/5 : 64)

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS: Al Maidah/5 : 82).

Tetapi kenapa saat ini orang-orang Kristen mengkhianati “Perjanjian Umar” dengan bekerjasama dan mendukung orang-orang Yahudi menjajah bangsa Palestina, mengusir penduduknya, bahkan membunuh anak-anak yang tidak berdosa?

H. Ferry Nur S.Si
Emai : ferryn2006@yahoo.co.id

sumber : risalahrasul.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Feeds

wahyu andhika buana © 2008 Template by:
SkinCorner